Makalah ISBD Agama dan Masyrakat
AGAMA DAN MASYARAKAT
Di
S
u
s
u
n
Oleh:
Kelompok 3
(Tiga)
Ketua Kelompok : Edi Kurnia (140170060)
Anggota : Khairul Rizal (140170031)
Khairul Alkani (140170051)
Said Zulhelmi Arif (140170042)
Revi Rahmat (140170090)
Jurusan : Teknik Informatika
Mata Kuliah : ISBD (Ilmu Sosial Budaya Dasar)
FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS MALIKUSALEH
2015
KATA
PENGANTAR
Puji Syukur Marilah kita ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa Yang telah melimpahkan Rahmat dan karuniaNYA kepada kita semua,
sehingga melalui proses yang begitu singkat dan kerjasama yang baik, tugas
makalah “ISBD (Ilmu Sosial
Budaya Dasar ) “ ini dapat diselesaikan.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah pembelajaran ISBD (Ilmu Sosial
Budaya Dasar ) di dalam makalah ini kami akan mengupas mengenai “ agama dan
masyarakat”.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan , untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi terwujudnya kesempurnaan makalah ini .
Akhir
kata kepada Allah penulis mohon ampun , semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan , petunjuk , maupun pedoman bagi pembaca maupun
penulis sendiri .
Penyusun,
kelompok 3(tiga)
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar............................................................................................................................................................. i
Daftar Isi.......................................................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang....................................................................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah............................................................................................................................... 1
1.3.
Tujuan
Penulisan ................................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Agama............................................................................................................................... 3
2.2.
Pengertian Masyarakar..................................................................................................................... 3
2.3.
Hubungan Agama dengan Masyarakat................................................................................... 4
2.4.
Kaitan Agama Dalam Masyarakat.............................................................................................. 5
2.5.
Cara Beragama...................................................................................................................................... 6
2.6.
Fungsi Agama dalam Masyarakat............................................................................................... 6
2.7.
Dimensi Komitmen Agama.............................................................................................................. 8
2.8.
Pelembagaan Agama.......................................................................................................................... 9
2.9.
Konflik Yang Ada Dalam Agama................................................................................................. 10
2.10.
Faktor Konflik Agama......................................................................................................................... 11
2.11.
Upaya Antisipasi Konflik Agama................................................................................................. 12
BAB III PENUTUP
3.1.
Kesimpulan............................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Secara umum, ilmu sosial budaya dasar
bertujuan untuk mengembangkan kepribadian manusia dalam masyarakat dan agama,
sehingga mampu menghadapi masalah dalam bermasyarakat. Manusia sebagai makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang dibekali akal dan nafsu perlu membekali diri
dengan agama supaya menjadi manusia yang lebih baik bagi sesama manusia
berkelompok atau bermasyarakat .
Manusia sebagai makhluk sosial atau bermasyarakat butuh individu atau
manusia lain karna manusia tidak akan mampu hidup sendiri ia butuh orang lain
.manusia perlu bermasyarakat dan saling berhubungan atau berinteraksi satu sama
lain dalam kelompok sosial maupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup nya
dan untuk berkembang.
Agama memberikan penjelasan bahwa
manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau
buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena
terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri
makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang
lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia
dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi
fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berjinah, membunuh,
mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi). Agar
hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran
agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan
agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi
dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia
yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self contor) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Oleh karena itu kami mengangkat judul makalah agama dan masyarakat.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian
agama ?
2.
Apa pengertian masyarakat ?
3.
Bagaimana hubungan
agama dengan masyarakat ?
4.
Apa kaitan agama dalam masyarakat ?
5.
Bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia ?
6.
Apa saja fungsi agama dalam masyarakat ?
7.
Bagaimana dimensi komitmen agama ?
8.
Apa saja pelembagaan agama di Indonesia ?
9. Bagaimana
terjadinya konflik beragama ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui apa pengertian agama
2.
Untuk mengetahui apa pengertian masyarakat
3.
Mendeskripsikan bagaimana hubungan agama dengan
masyarakat
4.
Untuk mengetahui apa kaitan agama dalam masyarakat
5.
Mendeskripsikan bagaimana cara beragama masyarakat Indonesia
6.
Untuk mengetahui apa saja fungsi agama dalam masyarakat
7.
Mendeskripsikan bagaimana dimensi komitmen agama
8.
Untuk mengetahui apa saja pelembagaan agama.
9. Mendeskripsikan
bagaimana terjadinya konflik beragama
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Agama
Pengertian
agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah system yang mengatur tata
keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Kata
agama berasal dari Bahasa sansekerta yang berarti tradisi, sedangkan kata lain
untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari Bahasa latin
religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti mengikat kembali.
Maksudnya dengan religi seseorang mengikat dirinya kepada tuhan. Pengertian
agama menurut M. Hasbi Alshiddiqy adalah tuntunan yang melengkapi segala segi
dan suatu peruangan untuk memperoleh kekayaan dunia dan kesentosaan akhirat,
pengertian agama menurut Emile Durkheim adalah suatu sisten yang terpadu yang
terdiri atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci.
2.2.Pengertian Masyarakat
1.
Peter l. Berger, definisi masyarakat adalah suatu
keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks
sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk
suatu kesatuan .
2.
Karl Marx, definisi masyarakat ialah keseluruhan hubungan
- hubungan ekonomis, baik produksi maupun konsumsi, yang berasal dari
kekuatan-kekuatan produksi ekonomis, yakni teknik dan karya.
3.
Gillin & Gillin, definisi masyarakat adalah kelompok
manusia yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan yang
diikat oleh kesamaan.
4.
Harold j. Laski, definisi masyarakat adalah suatu
kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya
keinginan-keinginan mereka bersama.
5.
Robert Maciver, definisi masyarakat adalah suatu sistim
hubungan-hubungan yang ditertibkan (society means a system of ordered
relations)
6.
Selo Soemardjan, definisi masyarakat adalah orang-orang
yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
7.
Horton & Hunt, definisi masyarakat adalah suatu
organisasi manusai yang saling berhubungan.
8.
Mansur Fakih, definisi masyarakat adalah sesuah sistem
yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan masing-masing bagian
secara terus menerus mencari keseimbangan (equilibrium) dan harmoni.
9.
Emile Durkheim, definisi masyarakat merupakan suau
kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
10. Paul b. Horton
& c. Hunt, definisi masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif
mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama , tinggal di suatu
wilayah tertentu , mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian
besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut .
2.3.
Hubungan Agama
dengan Masyarakat
Telah kita
ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga
berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di
Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam
melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara
kematian bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga
kelestariannya.
Hal ini
membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai
patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil
yang besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan
semua perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada
juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama
dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk
kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu
sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan
peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita
dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya
kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang
ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang
hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut.
Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan
mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut.
Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan
pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat
di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis,
tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
2.4.
Kaitan Agama
Dalam Masyarakat
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara
utuh.
1.
Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe
ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama
yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok
keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya:
agama memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara
mutlak, nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan
dalam masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan
masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
2.
Mayarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan ikatan
kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada saat yang sama, lingkungan yang
sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi
dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak memberikan dukungan
sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya memberikan dukungan
terhadap adat-istiadat.
Pendekatan
rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan
berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu
akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih
banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan
di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang
kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama
yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
Agama melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal penting bersifat keagamaan. Adanya organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan adatif.
2.5.
Cara Beragama
1.
Tradisional , yaitu cara beragama berdasarkan tradisi.
Cara ini mengikuti cara beragama nya nenek moyang, leluhur atau orang-orang
dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima
hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama bahkan
tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal
keagamaannya.
2.
Formal , yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang
berlaku di lingkungan atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara
beragama orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh, pada umumnya tidak
kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya. Mudah bertukar agama jika
memasuki lingkungan atau masyarakat yang
lain agamanya.
3.
Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan
rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati
ajaran agama dengan pengetahuan, ilmu ,dan pengamalannya.
4. Metode
pendahulu, yaitu cara beragamaberdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan)
di bawah wahyu ,untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran
agamanya dengan ilmu ,pengamalan dan penyebaran (dakwah). Merekaselalu mencari
ilmu dulu kepada orang yang di anggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang
teguh ajaran asli yang di bawa oleh utusan misalnya Nabi atau Rasul sebelum
mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu
semua .
2.6.
Fungsi Agama
dalam Masyarakat
Agama juga
merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai
Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu agama bisa
digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi kehidupannya
sehari-hari. Adapun fungsi agama adalah sebagai berikut :
1.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada
kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan
sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan
memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi
dan ukhrowi.
2.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di
mana agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota
beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka.
3.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu,
pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai
semacam tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan
berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana
pun tidak mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama
mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan
utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadat dengan
kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati
dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri
dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau,
tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak
berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten
dengan suara hatinya.
4.
Fungsi Edukatif
(Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum) berfungsi menyuruh/mengajak
dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi penganutnya menjadi baik dan
benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang benar menurut ajaran agama
masing-masing.
5.
Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu
menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi
kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi
Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut
Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah
umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka
bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan)
sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana
keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan
mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama
lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan
Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka
dan jujur serta setara.
6.
Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama
seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin
dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka
harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
7.
Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya
makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan,
keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk
tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan
yang ada.
8.
Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun
secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak
menjadi pilar “Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
9.
Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan
pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini
seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan
moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10. Fungsi Kreatif.
Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan untuk mengajak umat
beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya bagi diri sendiri tetapi
juga bagi orang lain.
11. Fungsi
Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan segala usaha
manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga bersifat duniawi.
Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila
dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu adalah ibadah.
2.7.
Dimensi
Komitmen Agama
Masalah
fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut
Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek,
pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
1.
Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa
orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan
mengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
2.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan
berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini
menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara
keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti
tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta relatif spontan.
3.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua
agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada
suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang
realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara
yang supernatural.
4.
Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa
orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang
ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
5. Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan
pembentukan citra pribadinya.
2.8.
Pelembagaan
Agama
Pelembagaan
agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi
suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi
agamanya
1.
Islam : MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga
Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di
Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh
Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah,
bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
2.
Kristen : Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) (dulu
disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di
Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk
mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena
itu, PGI menyatakan bahwa tujuan pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja
Kristen Yang Esa di Indonesia.”
3.
Katolik : Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI atau
Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di
Indonesia dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas
pastoral memimpin umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan
KWI tidak berada di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai
cabang di daerah. Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI
adalah para Uskup di Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah
pensiun. KWI bekerja melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada
2006 anggota KWI berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di
Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2
uskup)
4.
Hindu : Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada )
ialah: Majelis tertinggi umat Hindu Indonesia.
5.
Budha : MBI Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis
umat Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita
pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara
Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan
Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S.
Mangunkawatja.
6.
Konghucu : MATAKIN Majelis Tinggi Agama Khonghucu
Indonesia adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu
di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat
beragama Khonghucu beserta lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau
Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan
kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini.
Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama
Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu
itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum
Masehi telah dijadikan Agama Negara .
2.9.
Konflik Yang
Ada Dalam Agama
Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara
khusus:
1.
Konflik antara Yahudi dan Nasrani. Walaupun sumber
konflik ini didasarkan atas kitab suci namun justru unsur dogmatis agama ini
sangat mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi Yahudi,
Nasrani adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias (juru
selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang paling
berbahaya karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya otoritas
Yahudi sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis hukuman
bagi penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan Kristen,
umat Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu
sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari
murka Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait
Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu
penolakan orang Israel terhadap ajaran Yesus.
2.
Konflik Islam-Kristen. Konflik ini pada awalnya diilhami
oleh kepercayaan bahwa Islam memandang Nasrani sebagai agama kafir karena
mempercayai Yesus sebagai anak Allah, padahal dalam ajaran Islam Nabi Isa
(Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari nabi utama mereka
Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran kepercayaan saja,
namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka konflik yang
bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad menegaskan rivalitas
Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul ketika Agama Kristen
dan Islam mencapai puncak kejayaannya berusaha menunjukkan dominasinya. Ketika
itu Islam yang berusaha meluaskan pengaruhnya ke Eropa, mendapat tantangan dari
Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah mapan. Puncak pertempuran itu
sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota Suci Jerusalem yang akhirnya
dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam kemudian berhasil merebut
Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia pada saat itu.
3. Konflik antara
Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini berawal dari
kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka yang
dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang. Pasca
perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun kemudian
malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi kemudian
kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu
orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu,
kemudian orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu. Inilah
sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam rangka
memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure politis mulai
masuk.
2.10. Faktor Konflik Agama
Terjadinya
konflik tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Karena tidak adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang
selama ini menjadi pedoman bangsa dan negara kita mulai digoyang dengan adanya
amandemen UUD 45 dan upaya merubah ideologi negara kita ke ideologi agama
tertentu.
2.
Kurangnya rasa menghormati baik antar pemeluk agama satu
dengan yang lainnya ataupun sesame pemeluk agama.
3.
Adanya kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang
komunikasi antar pemeluk agama.
2.11. Upaya Antisipasi Konflik Agama
Upaya yang perlu
ditempuh unuk menantisipasi konflik agama antara lain :
1.
Menurut Jusuf Kalla, dalam menangani konflik antaragama,
jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan hati di antara umat
beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal lebih jauh, serta
menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi kedamaian.
2.
Tidak memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok
yang sama didaerah atau wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat
tinggal/domisili atau perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak
mengelompok berdasarkan suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi
tertentu.
3.
Masyarakat pendatang dan masyarakat atau penduduk asli
juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
atau membaur atau dibaurkan.
4.
Segala macam bentuk ketidakadilan struktural agama harus
dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
dibuat seminim mungkin.
5.
Kesenjangan sosial dalam hal agama harus dibuat seminim
mungkin, dan sedapat – dapatnya dihapuskan sama sekali.
6.
Perlu dikembangkan adanya identitas bersama (common
identity) misalnya kebangsaan (nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat
menyadari pentingnya persatuan dalam berbangsa dan bernegara.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
1.
Pengertian agama menurut kamus besar Bahasa Indonesia
adalah system yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia serta lingkungannya.
2.
Peter l. Berger, definisi masyarakat adalah suatu
keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang
kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang
membentuk suatu kesatuan .
3.
Agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai
patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.
4.
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama
dalam masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, yaitu masyarakat yang
terbelakang dan nilai-nilai sacral, masyarakat-masyarakat perindustrian yang
sedang berkembang.
5.
Cara beragama masyarakat Indonesia adalah tradisional,
formal, rasional, metode pendahuluan.
6.
Fungsi agama dalam masyarakat adalah sebagai pengukuhan
nilai-nilai, penentu, sosialisasi individu, pendidikan, penyelamat, perdamaian,
kontrol sosial, pemupuk rasa solidaritas, pembaharuan, kreatif, sublimatif.
7.
Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah
pada komitmen agama, menurut Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa
keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.
8.
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk
membimbing, membina dan mengayomi suatu kaum yang menganut agama. Pelembagaan
Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya adalah MUI, PGI, KWI, Parisada, MBI,
Matakin.
9.
Konflik yang terjadi antara umat beragama diantaranya konflik
antar yahudi dan nasrani, konflik islam dan Kristen, konflik yahudi dan islam.
10. Faktor konflik
umat beragama adalah tida mengamalkan pancasila, kurang menghormati antar umat
beragama, adanya kesalahpahaman anatar umat beragama.
11. Upaya
antisipasi konflik agama adalah saling mentautkan hati, tidak adanya
pengelompokan etnis, berbaur.
Daftar Pustaka
Afrianto, Anton. 2013. Makalah Agama dan Masyarakat. http://gadogadoinf.blogspot.com. Diakses : 10
Mei 2014
Destiara, Cipta. 2013. Fungsi Agama dan Masyarakat Ilmu Sosial Dasar. http://ciptadestiara.wordpress.com. Diakses : 10
Mei 2014
Puspitasari, Wati. 2011. Upaya Untuk Mengantisipasi Konflik Agama. http://watipuspitasari.blogspot.com/. Diakses : 10
Mei 2014
Comments
Post a Comment